Pendakian "Separuh" Semeru

Rabu, Nov. 14, 2012. Pukul 21.18
bertepatan dengan malam tahun baru Hijriyah, saat itu aku sedang sendirian, bersiap tidur di atas matras yang terbentang di lantai kereta Gumarang, dalam perjalanan panjang dari Jakarta menuju Surabaya.

Mahameru, bagai sudah di depan mata, sudah terpatri niat di dalam hati, bahkan sudah tertuang dalam sablonan kaos hijau kami, 3676 mdpl, puncak tertinggi pulau Jawa.
Kereta tiba di Surabaya sekitar pukul 7 pagi, akhirnya ... tak ada lagi sendiri. Setelah semalaman sendirian dalam perjalanan, di stasiun Pasarturi Surabaya teman-teman sudah menunggu, Habibi, David, Adhi, dkk. mereka tiba lebih dulu dengan kereta Kertajaya. Istirahat sebentar, kami langsung meluncur ke titik berikutnya, terminal Bungur, untuk menjemput rombongan dari Surabaya (Mashari cs.) dan rombongan dari Jakarta yang berangkat dengan pesawat, Angga, Dedy, Himi, Bagus, Febri, Rika, dkk. Jam 11 siang semua telah berkumpul, dan bus pun meluncur langsung ke Tumpang. Jalanan ternyata macet.
Sampai di Tumpang kurang lebih jam setengah 4, kondisi sudah begitu ramai, tidak karuan, karena saking banyaknya peserta Jambore Akbar Avtech, yang kabarnya mencapai 1500 peserta, gila tuh panitia. Rombongan kami sendiri juga bertambah lagi, mba Indah dkk., juga Fe dan Devya. Segera kami kumpulkan fotokopi KTP dan surat keterangan sehat ke Habibi untuk mengurus ijin, entahlah itu dmn kantornya,... 
Setelah Ashar, hujan mengguyur begitu derasnya, sementara proses perijinan belum kelar dan mobil yang akan membawa kami ke Ranu Pane juga belum dapat, semua jeep habis dipake Avtech, tinggal truk yang tetap sulit dicari. Sambil menunggu proses perijinan, dengan berhujan-hujanan kami berlarian ke arah pasar Tumpang, di sana nantinya kita akan berangkat, dengan truk.

Sekitar jam setengah 6, alhamdulillah semua beres, truk siap diberangkatkan menuju Ranu Pane, sore itu bergerimis manis.


Ranu Pane, menginap hari pertama
Perjalanan dari Tumpang ke Pane memakan waktu hampir 3 jam, melewati jalanan menikung menanjak, sudah bisa dibayangkan bagaimana goyangannya terasa, apalagi dengan badanku yang relatif mungil ini. Start di posisi tengah, belum sampai Pane sudah tersingkir ke belakang,      hingga tersandar di pintu bak truk.
Karena sudah malam, dan cuaca gerimis, pendakian tak bisa dimulai malam itu. Meski ada beberapa pendaki yang nekat berangkat, dengan sembunyi-sembunyi tentunya, karena memang tidak diijinkan berangkat jika sudah malam. Saya sangat tidak menyarankan siapapun untuk nekat, ketika aturan dibuat, dan telah disahkan, itu artinya telah disepakati bersama. Selain itu juga, keselamatan adalah pertimbangan utama.
Malam itu pun, kami membuat tenda dan menginap di Ranu Pane.
Untuk makan malam dan sarapan, di Ranu Pane terdapat beberapa warung makan, jadi tak perlu repot-repot mengeluarkan alat masak.

Ranu Pane


Pagi hari, setelah sarapan dan beberes tenda, kami siap berangkat. Karena jumlah kami yang begitu banyak, tidak semua bisa berangkat berbarengan. Beberapa mulai jalan pukul setengah 8, dan aku ikut yang terakhir berangkat, sekitar jam 8. 


full team, JKT44

Perjalanan dari Ranu Pane ke Ranu Kumbolo memakan waktu sekitar 3 jam, dengan kecepatan agak cepat, karena akhirnya di Pos 3 aku bisa menyusul rombongan yang berangkat lebih dulu.





Ranu Kumbolo

Jam 2 siang, kami pun berkumpul, berembug akan melanjutkan
perjalanan ke puncak atau camping di Ranu Kumbolo. Ketika itu, beredar kabar, jika jalan menuju puncak di jaga oleh para Ranger (penjaga hutan dari Taman Nasional, red.), tidak ada yang diijinkan untuk ke Puncak. Setelah berembug, akhirnya sebagian dari kami akan tetap melanjutkan perjalanan ke Kalimati, untuk camp disana, dan selanjutnya summit, diantaranya Mashari, dkk, Adhi, Arif, Devya, Fe, Bang Oz, Ata, Bagus, dll. Sementara yang lainnya, yang kebanyakan adalah wanita, memilih camping di Ranu Kumbolo. Setelah sebelumnya ikut berkemas untuk berangkat, aku mengurungkannya dengan pertimbangan, lututku saat itu sudah mulai sakit, tepat sebelum sampai Ranu Kumbolo, rasanya begitu nyeri saat berjalan diturunan. Alasan kedua, adanya kabar larangan ke puncak, dan aku tidak akan nekat jika memang benar ada larangan itu, jadi meskipun lanjut, akan rugi jika tidak jadi ke Puncak, pikirku.
Akhirnya, setelah rombongan yang lanjut berangkat, kami pun bersiap mendirikan tenda di pinggiran Ranu Kumbolo. Mungkin ceritanya tak akan sehebat yang sampai di Puncak, tapi suguhan pemandangan ciptaanNya sungguh luar biasa. Tak akan sanggup kata-kata untuk menceritakannya.

Ranu Kumbolo, dari Pesona Alam hingga Alasan Cinta

Para pria yang camping di Ranu Kumbolo, selain aku, ada David, Habibi, Angga, Dedi, Usep, Haikel, dkk. Pasti di setiap kepala mereka terdapat alasan masing-masing yang tak akan tertebak ataupun dipaksa mengakuinya, dengan formula fisika sekalipun. Bisa jadi sesederhana karena udah pernah muncak, tergoda pemandangan Ranu Kumbolo, capek, atau dalam rangka misi suci demi yang berada di tenda sebelah (seseorang). Biarlah itu menjadi teka-teki yang di saatnya nanti akan ada jawaban, atau menjadi misteri, yang tak akan terungkap sampai akhir jaman.
Sore hari, jelang matahari terbenam, kami menaiki tanjakan cinta. Antara tergiur suguhan pesona senja dan keinginan mengintip puncak Mahameru dari atas Bukit, dan tentunya rasa penasaran pada "Tanjakan Cinta". Soal percaya pada mitos sih ngga, hanya saja, saat itu aku memang tetap menjaga fokus agar tidak menoleh ke belakang, dan berhasil :). 
Tak sia-sia usaha kami, semburat jingga senja itu. luar biasa.

senja di tanjakan Cinta

Malam harinya, kami memasak bersama. Para wanita memasak, dan pria menunggui hasilnya, begitulah kebersamaan, hehe...
Setelah semua beres, kami makan bersama, dan sambil menikmati coklat panas. Setelahnya,kami, para pria, bermain kartu, sementara para wanita kembali ke tenda masing-masing, kecuali Ncus yang malah bergabung dengan kami. Suasana di tenda memang tiada duanya, kecuali, mungkin oleh.....
Sebenarnya malam itu, menurut berita, sekitar jam 2 dini hari akan ada hujan meteor. Tapi apa boleh buat, kami bermain kartu sampai cukup larut, dan dinginnya Ranu Kumbolo cukup membuat kami enggan keluar dari sleeping bag masing-masing.
Pagi hari, setelah Subuh, kami ingin menyambut terbit matahari di Ranu Kumbolo. Meski saat itu, posisi matahari tidak tepat muncul dari tengah-tengah kedua bukit, namun tetap saja eksotis.
sambut fajar Ranu Kumbolo
Ranu Kumbolo, pagi itu

bersujud, adalah doa,  jarak terdekat dengan Yang Maha Pencipta
Setelah sarapan, kami hendak menyusul rombongan yang Summit ke Kalimati. Menanjak Tanjakan Cinta untuk kedua kalinya, dan lagi-lagi tanpa menoleh ke belakang :p. 

menanjak Tanjakan Cinta

Oro Oro Ombo
Ternyata setelah sampai di atas bukit, lagi-lagi lututku terasa tak nyaman, akhirnya aku pun berjalan di belakang, ditemani David. Saat kami berdua melewati Oro-Oro Ombo, yang lainnya telah sampai di Cemoro Kandang. Begitu kami kembali berjalan, mereka telah hilang dari pandangan, memasuki kawasan hutan menuju Kalimati.
sendiri di Padang Luas (oro-oro ombo)
Cemoro Kandang, 2500 Mdpl
kurang ngerti maksud tanda ini, meter atau mil

Karena sepertinya tidak akan terkejar, dengan kecepatan jalanku, kami berdua pun hanya berjalan beberapa menit dari Cemoro Kandang, berhenti untuk mengobrol dengan para pendaki lain, baik yang sudah turun maupun baru hendak naik. Dari para pendaki yang sudah turun, kami jadi tau ternyata jalur ke Puncak tetap dibuka. Tidak dilarang seperti desas desus yang beredar. Memang ada ranger yang berjaga, untuk mengawasi dan berjaga-jaga jika ada yang mendapat masalah. Hanya saja, memang jalur menuju puncak padat merayap, benar-benar macet, cerita seorang pendaki pada kami.

Berarti, teman-teman kami bisa sampai ke Puncak, pikirku. Langsung ada dua emosi di hatiku, senang dan berdoa agar mereka semua diberi kelancaran dan tak mendapat masalah. Yang kedua, sedikit rasa penyesalan saat tidak mencoba untuk menjaga mimpi tetap menyala dengan usaha sampai akhir.



Inilah separuh Semeru-ku. Langsung ku tancapkan niat yang dalam, untuk kembali, meraih separuh yang belum ku capai, Puncak Mahameru, di kesempatan yang kedua.




bersiap pulang, dengan membawa separuh kisah  Semeru :)
Bukit Teletubbies, klo ke Bromo lewat jalan yang dibawah itu

tukeran foto + nobar 5cm, (ki-ka : febri, rani, titik, pingu, oz, bagus, biby) 

Comments