Cinta Rupiah, Langkah Kecilku untuk Mencintai Indonesia



"... jangan pernah lelah mencintai Indonesia...", itulah sepenggal pesan dari Presiden Joko Widodo dalam suatu pidato peringatan hari Pahlawan[1]. Kemerdekaan ini direbut melalui perjuangan panjang dari para pahlawan. Maka, kewajiban kitalah mengisi dan mempertahankan kemerdekaan ini dengan senantiasa mencintai Indonesia dengan penuh kebanggaan.


Lalu, cinta itu apa ya...

Siapa sih yang belum pernah mendengar atau membaca kata “cinta”, apalagi buat anak-anak muda. Buat yang pernah merasakan jatuh cinta, pastinya punya pengalaman bagaimana menunjukkan cintanya, entah cinta kepada pasangan, orang tua, keluarga, guru, maupun temen. Nah, sebagai generasi muda, kita juga harus bisa menunjukkan rasa cinta kepada negeri kita, Indonesia. Sebagai generasi muda, kita harus bangga dan cinta pada bangsa Indonesia, bahasa Indonesia, bahkan mata uang Indonesia, yaitu rupiah.

Jika kita mengenang sebuah peristiwa besar jauh sebelum Indonesia merdeka, para pendahulu kita sudah memberikan contoh nyata betapa besar kecintaan anak-anak muda pada Indonesia. Tepatnya di tanggal 28 Oktober 1928, ketika para pemuda dari berbagai organisasi pelajar dan pemuda di seluruh nusantara berkumpul dan membahas berbagai isu terkait pendidikan dan persatuan Indonesia. Dalam pertemuan itu, setidaknya hadir perwakilan dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemoeda Kaoem Betawi, serta beberapa pengamat dari Pemuda Tiong Hoa [2].

Pada peristiwa tersebut, diperdengarkan untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Soepratman yang hingga kini kita ketahui sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Selain itu, juga dirumuskan suatu teks hasil kongres pemuda yang kita kenal dengan Sumpah Pemuda,
Isi dari Sumpah Pemuda tersebut terdiri dari 3 hal, yaitu:
  1. Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Air Indonesia
  2. Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia
  3. Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia 

Seandainya, ketika itu rupiah sudah digagas, saya ingin mengusulkan tambahan satu kalimat lagi, sebagai identitas kebanggaan dan kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia, yaitu:

“Kami Putra dan Putri Indonesia, Bangga Menggunakan Mata Uang yang satu, Rupiah Indonesia.”

Namun, kenyataannya pada tahun 1928 rupiah memang belum digagas, pada masa ini mata uang yang beredar di nusantara diatur oleh De Javasche Bankwet (DJB). Selain itu, menggagas dan menjaga mata uang bukanlah pekerjaan yang mudah, karena setelah Indonesia merdeka pun, rupiah yang mula-mula bernama Oeang Republik Indonesia (ORI) diperjuangkan dengan pengorbanan dan pemikiran yang berat oleh para pendiri bangsa. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sebagai generasi muda harus menjaganya dan mencintainya dengan sepenuh hati. Mencintai rupiah adalah bagian dari wujud nyata cinta kita pada Indonesia.  

Lalu, bagaimana cara mencintai rupiah? 

Apakah dengan menjadi mata duitan, matre, tamak dan sejenisnya? Tentu bukan. Bahkan, orang yang tamak seperti halnya para koruptor, justru jelas-jelas menunjukkan sikap tidak cinta tanah air dan tidak nasionalis.

Ya, cinta tidak cukup hanya dengan diucapkan. Cinta harus dimulai dari keyakinan hati, dan ditunjukkan dengan tindakan kita sehari-hari. 

Jika tak cukup dengan sekedar ucapan, bagaimana langkah kita?

Sebagai warga negara biasa, tentu bukan sesuatu yang besar yang bisa saya lakukan untuk menunjukkan kecintaan pada rupiah. Mungkin hanya hal-hal kecil dalam keseharian saja yang bisa saya lakukan. Namun, saya yakin, langkah-langkah kecil ini, jika kita lakukan bersama-sama sebagai warga negara, akan menjadi sumber kekuatan bagi bangsa Indonesia. 

Langkah-langkah kecil yang saya lakukan untuk membuktikan cinta rupiah adalah:

1.  Bangga dan setia

Tidak berbeda dengan cinta pada pasangan, kalau sudah cinta, kita pasti membanggakan pasangan kita dan tidak tergoda pada yang lain. Begitu juga dengan mata uang yang kita punya, rupiah. Sebagai bentuk rasa cinta, kita harus bangga untuk menggunakannya sebagai alat tukar, apalagi di negeri kita sendiri. Apalagi, berdasarkan UU Mata Uang Nomor 7 Tahun 2011, sudah diatur bahwa Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Rupiah adalah salah satu simbol kedaulatan negara, khususnya dalam ekonomi. Jadi, kita harus bangga dan setia dengan cara menggunakan Uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI.

Di era globalisasi saat ini, tantangan bagi rupiah semakin besar, sehingga kesetiaan kita semakin diuji. Apa saja sih godaannya?
Menurut saya, setidaknya ujian kesetiaan kita pada rupiah mencakup tiga dimensi. Pertama, dibandingkan dengan mata uang asing. Berikutnya, terkait perkembangan dunia digital dengan cryptocurrency, seperti bitcoin. Dan yang terakhir, justru dengan gerakan untuk kembali pada sistem masa lalu dan menolak kebijakan mata uang, dan ingin kembali pada mata uang emas. Dengan setia untuk menggunakan rupiah dan menggunakan produk buatan lokal, berarti kita meningkatkan nilai rupiah itu sendiri. Namun, bila kita lebih menyukai mata uang lainnya atau lebih menyukai produk impor , berarti juga sebaliknya, kita turut menurunkan nilai rupiah.
ilustrasi turun dan naiknya nilai rupiah 
Saat ini, banyak situs jual beli online dari luar yang sudah melayani pembeli dari Indonesia, bahkan untuk eceran sekalipun. Lalu, apa masalahnya buat kita? Kan kita bisa mendapatkan barang dengan harga murah. Iya sih, tapi pernahkah kita berpikir, dengan semakin banyak orang yang membeli langsung dari luar, apalagi dengan harga dalam dolar ataupun mata uang yang lain, berarti kita udah ikut melemahkan rupiah. Begitupun dengan fenomena perkembangan bitcoin, yang kabarnya sudah diterima sebagai alat pembayaran oleh beberapa toko dan perusahaan di Indonesia. Lalu, bukankah seharusnya satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI adalah rupiah?

Mungkin seringkali kita akan dianggap kuno atau kolot jika tidak mengikuti tren, tapi buat saya itu bukan masalah. Misalnya dalam hal membeli barang dari luar, yang terkadang memang belum ada yang diproduksi lokal. Maka saya lebih memilih untuk membeli barang dari pedagang yang berada di Indonesia, dengan harga dalam rupiah. Tapi kan lebih lebih mahal? Iya, tapi dalam selisih harga itu, berarti kita juga sudah ikut menggerakkan perekonomian. Selain itu, kita juga harus memilih membeli barang yang resmi dan bergaransi, sehingga akan lebih aman dan terjamin bagi kita. Apa benar, harga murah itu segalanya? Saya lebih memilih barang yang terjamin dan sesuai dengan kemampuan kita dibanding hanya sebatas murah saja.

Begitu pun dengan tren bitcoin, tidak masalah bagi saya untuk tidak ikut-ikutan meskipun dianggap ketinggalan jaman. Apa sih alasan buat pakai bitcoin? "Praktis", sekarang dengan uang elektronik, rupiah kita juga sudah begitu praktisnya. "Aman dari pengawasan pemerintah", sebagai warga negara yang baik, kenapa harus takut dengan pemerintah? Berikutnya, katanya bitcoin itu "Anti Inflasi", apa iya, sekarang ini nilai bitcoin meningkat begitu cepat, tapi sampai kapan? tidak ada yang menjaminnya kan?

Yang terakhir, kampanye para pegiat emas, yang menjurus pada ketidak-percayaan pada sistem keuangan negara dan mekanisme mata uang. Dengan kondisi moneter yang saat ini berkembang di dunia, memang disadari bahwa sistem mata uang yang tidak lagi dijamin dengan persediaan emas dengan nilai yang sebanding dengan uang yang beredar akan menyebabkan potensi inflasi, apalagi biaya cetak jauh lebih murah dari nilai uangnya. Selain itu, ada juga potensi krisis keuangan jika terjadi kekacauan di pasar global. Namun, apakah kembali ke standar emas atau menggunakan mata uang emas akan benar-benar menyelesaikan masalah? Sejarah tidak menyatakan demikian.

Untuk kembali menggunakan standar emas, artinya pemerintah harus segera menyediakan cadangan emas sebesar uang yang beredar, darimana bisa mendapatkannya? Bagaimana jika semua negara juga melakukan hal sama, sehingga permintaan emas akan melonjak begitu drastis. Apakah pernah terbayang, bagaimana kondisi pasar emas nantinya? harganya akan meroket. Saya teringat pada komentar salah seorang ekonom, bahwa sistem yang berlaku saat ini mungkin tidak sempurna, tapi apa yang orang lupa adalah bahwa "standar emas tidak pernah berhasil." Keinginan kembali menggunakan standar emas itu ibarat CLBK, ingin kembali kepada mantan.

2. Menjaga dan merawatnya sepenuh hati

Kalau sudah cinta, pasti kita akan berusaha melakukan yang terbaik untuk yang kita cintai. Begitu juga jika kita benar-benar ingin mencintai rupiah, kita harus menjaganya, baik nilai maupun fisiknya.

Bagaimana kita menjaga nilai rupiah?
Salah satunya, yang saya lakukan adalah mengutamakan barang produksi dalam negeri. Ya, jika kita membutuhkan sesuatu, selama ada barang yang diproduksi lokal, mari kita beli barang lokal. Memang apa hubungannya beli produk dalam negeri dengan nilai rupiah?
Nah, jadi sederhananya nilai relatif mata uang itu tergantung sama kondisi perdagangan. Jika Indonesia melakukan ekspor lebih banyak daripada impor, maka permintaan barang produksi dalam negeri meningkat, begitu juga permintaan rupiah, makanya nilai rupiah bisa menguat. Sebaliknya, jika kita lebih banyak mengimpor barang dari luar dan sedikit mengekspor barang, makin sedikit permintaan rupiah, jadilah nilainya menurun.

bangga dengan produk buatan Indonesia
Sebagai konsumen, yang bisa saya lakukan untuk menjaga nilai rupiah adalah mengurangi impor, dengan mengutamakan membeli barang produksi lokal. Selain mengurangi impor, dengan membeli barang dari produsen lokal, artinya kita juga membantu produsen lokal untuk bersaing. Efek ke depannya, mereka bisa mengembangkan usaha dan bisa mengembangkan pasar ke luar negeri. Jadi, dengan langkah kecil kita, sesuatu yang besar pun bisa terjadi, ekspor meningkat, rupiah pun makin kuat. Masih menganggap remeh sesuatu yang kecil? Saya tidak.

Bagaimana kita menjaga fisik rupiah?
Rasa-rasanya, semua orang yang pernah melihat dolar, pasti tau dan mau untuk menjaga dolarnya agar tidak terlipat. Tapi, bagaimana dengan rupiah? ibaratnya, dolar disayang, rupiah dibuang. Padahal, rupiah itu adalah simbol perjuangan bangsa dalam menegakkan kedaulatan. Maka, mestinya kita memperlakukan uang kita dengan baik, supaya tetap terjaga dapat dikenali keasliannya.

Untuk memperlakukan rupiah dengan baik, ada lima larangan yang disosialisasikan oleh pemerintah, yaitu:
a.       tidak dicoret
Ketika masih sekolah dulu, saya sering menemui uang pecahan kecil yang dicoret-coret. Padahal, mencoret uang bisa dikategorikan dengan merusak uang dengan sengaja. Ancaman sanksinya pun tidak sederhana, karena berdasar UU No 7 Tahun 2011, merusak uang dengan sengaja sudah dikategorikan sebagai tindakan pidana. Jadi, yuk kita edukasi anak-anak, adik-adik dan teman-teman kita agar terhindar dari kesalahan ini.

b.       tidak distaples
Sebagai bendahara di lingkungan RT, saya beberapa kali menemukan warga yang menyetorkan iuran kebersihan lingkungan dengan distaples. Bahkan, meskipun sudah saya minta untuk tidak distaples, karena akan merusak uangnya. "Supaya ngga tercecer, maklum ada uang recehannya", begitu alasan mereka biasanya. Kalau sudah begitu, dengan terpaksa saya harus berhati-hati sekali untuk melepas satu per satu bendel uang yang disteples tersebut. Selanjutnya setelah saya rapikan, saya memasang klip per bendel dan menempatkannya di dompet agar mudah dihitung dan terjaga kerapihannya.

uang iuran dari warga yang masih disteples

melepas steples dan merapikan kembali uang-uangnya

merapikan dan menyimpan per bendel uang
c.       tidak dilipat, apalagi diremas-remas
Melipat uang sepertinya sudah menjadi hal yang lazim di Indonesia, bahkan seringkali orang yang punya pengalaman dengan dolar ataupun mata uang asing lainnya yang "sama-sama" tidak boleh dilipat, tetap memperlakukan rupiah dengan berbeda. Saya sendiri pun termasuk orang yang sering melipat uang, apalagi kebanyakan dompet pria kan model lipat. Oleh karena itu, saya berusaha merubah diri untuk tidak melipat uang rupiah. Belajar dari istri, dengan terbiasa meletakkan uangnya di dompet yang panjang, sehingga tidak harus melipat uang kertas.

dompet lama, model lipat

dompet panjang, agar uang tidak terlipat
Oh iya, mengenai kebiasaan melipat uang kertas ini, saya teringat pada kebiasaan yang mungkin harus bisa kita perbaiki. Saat kecil, saya diajari oleh orang tua untuk membiasakan diri menabung dengan diberikan celengan. Sebenarnya hal itu adalah hal yang baik bagi anak-anak, namun karena lubang untuk memasukkan uang ke celengan tersebut cukup kecil, sehingga uang kertas yang akan dimasukkan harus dilipat. Selain celengan, keterbatasan yang sama saya rasakan pada kebanyakan kotak amal di masjid. Akibat lubang yang kecil, setiap orang yang akan beramal terpaksa harus melipat uangnya terlebih dahulu.

Oleh karena itu, lebih baik jika kita bisa memulai untuk merubah kebiasaan ini, bisa dengan merubah desain celengan dan kotak amal, dengan membuat lubang yang lebih besar, sehingga tidak perlu melipat saat akan memasukkan uang kertas. Lebih baik lagi, jika desain di dalamnya dibuat sedemikian rupa supaya uang yang masuk dapat tersusun rapi. Selanjutnya, jika anak sudah cukup mengerti kita bisa mengajarkan untuk membuka rekening tabungan. Nah, untuk kotak amal masjid, akan lebih indah kalau dimulai gerakan untuk penyediaan mesin EDC di setiap masjid dan tempat ibadah, supaya orang yang beramal menjadi lebih nyaman.

d.       tidak dirusak
Uang rupiah merupakan simbol kedaulatan negara kita, makanya kita harus menjaganya dengan baik. Jika kita merusak uang rupiah, berarti kita tidak menjaga kedaulatan negara, serta tidak menghormati jasa para pahlawan yang telah berjuang begitu gigihnya dalam merebut kemerdekaan dari penjajah. Apalagi, merusak uang dengan sengaja bisa dikategorikan  sebagai tindak pidana.

e.       tidak dibasahi
Saya pernah membaca kalau ada kepercayaan yang menyebar di beberapa daerah, bahwa dengan mencelupkan uang baru ke air supaya uang kertas tersebut tidak mudah terbang. Padahal, uang kertas yang dicelupkan ke air akan menjadi lebih cepat rusak.

Bagaimana jika kita memperoleh uang yang sudah jelek kondisinya? 
Jika kita menerima uang yang lusuh, rusak (tapi masih bisa dikenali keasliannya), atau uang yang sudah tidak berlaku, kita bisa menukarkan dengan uang yang baru di kantor-kantor Bank Indonesia [3].

3. Mengenali sepenuhnya

Tak kenal maka tak sayang, begitulah ungkapan yang begitu tersohor. Bagaimana kita mau mencintai rupiah, jika kita belum mengenalinya? Oleh karena itu, untuk bisa mencintai rupiah, kita harus mengenal terlebih dahulu uang rupiah kita. Yang pertama adalah mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah, sehingga kita bisa membedakan uang yang asli dengan yang palsu.
Berikut ini ciri-ciri uang Rupiah emisi 2016 [4], yuk disimak:

ciri uang kertas Rp 1.000 emisi 2016

ciri uang kertas Rp 2.000 emisi 2016

ciri uang kertas Rp 5.000 emisi 2016

ciri uang kertas Rp 10.000 emisi 2016

ciri uang kertas Rp 20.000 emisi 2016

ciri uang kertas Rp 50.000 emisi 2016

ciri uang kertas Rp 100.000 emisi 2016

ciri uang koin Rp 100 emisi 2016

ciri uang koin Rp 200 emisi 2016

ciri uang koin Rp 500 emisi 2016

ciri uang koin Rp 1.000 emisi 2016
Setelah mengenal ciri-ciri fisik dan keasliannya, sebagai penghargaan bagi para pahlawan yang dikenang dalam setiap cetakan uang tersebut, kita dapat membaca sejarah perjuangan mereka. Dengan membaca dan memahami perjuangan para pahlawan, kita akan lebih peduli dalam merawat setiap rupiah yang kita miliki. Selain itu, sebagai generasi muda, kita dapat belajar dari perjuangan mereka untuk mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya.

Nah, itu tadi tiga langkah untuk mencintai rupiah, sederhana bukan? Meskipun sederhana, tapi memang tidak mudah. 

Dengan merawat rupiah, akan memberikan kemudahan bagi kita sendiri dalam setiap transaksi, karena keaslian uang rupiah kita mudah dikenali. Selain itu, untuk melakukan transaksi dengan uang kertas secara elektronik, seperti di mesin ATM dan mesin isi ulang Kartu Multi Trip KRL, uang kertas yang digunakan harus dalam kondisi baik dan tidak terlipat. Dengan menjaga uang kita tetap rapi dan tidak terlipat, kita akan dapat melakukan transaksi dengan lebih cepat.

Mari kita cintai rupiah dengan cara bangga dan setia untuk menggunakannya, termasuk bangga memakai produk buatan Indonesia. Kemudian, selalu menjaga dan merawatnya dengan baik, serta tidak lupa untuk mengenali ciri-cirinya. Sebagai tambahan, mempelajari perjuangan para pahlawan agar kita lebih memahami betapa besar perjuangan mereka dan menjadi inspirasi bagi kita sebagai generasi penerus. Mencintai rupiah adalah salah satu langkah untuk mencintai Indonesia. Karena dengan menjaga rupiah, berarti kita telah menjaga kedaulatan bangsa.



Comments