Pecinta Alam, pantaskah?

Sepenggal kisah yang tersisa dari perjalanan panjang dari Jakarta ke Gunung Semeru tanggal 14-18 November 2012 kemarin. 
Kisah yang ingin kubagi bukanlah soal perjuangan meraih puncak Mahameru, atau indahnya keberhasilan mencapai Mahameru, bahkan bertemu dengan sang idola di tempat istimewa itu. 
Momen seperti itu, jujur tak ku alami pada perjalanan pertamaku ke Semeru kemarin. Dari 40-an teman kami, yang berhasil mencapai Mahameru 3676mdpl ada 12 orang, sebagai penghormatan ku sebut satu-persatu, Bang Oz, Dolok, Tutur, Ikhlas, Tata, Adhi, Fe, Devya, Mamat, Ali Udin "Kunam", dan 2 temen Mashari. Kalian luar biasa!!!
mereka yang luar biasa, dari kiri ke kanan : Bang Oz, Fe, MEDINA KAMIL, Devya, AK.
Baru sampai Ranu Kumbolo saja, lutut kiriku sudah tak karuan nyerinya saat berjalan di turunan, bahkan saat ku coba melepas ransel sekalipun. Akhirnya, saya pun merelakan hilangnya kesempatan pertama itu, sambil menghibur diri dalam hati, toh suasana lagi ga nyaman, dengan bejibunnya peserta Jambore Avtech, yang membuat gunung serasa pasar kaget. Di sore itu, saat sebagian rombongan melanjutkan perjalanan ke Kalimati, sebelum tengah malamnya akan summit, saya memutuskan bersama dengan sebagian lain rombongan yang tak melanjutkan perjalanan, camping di Ranu Kumbolo, bersantai menikmati indahnya ciptaan Allah, sembari bercengkerama di dalam tenda, bagi semua yang pernah, pasti tau betapa dahsyat keajaiban tenda ini.
Sabtu pagi, setelah menikmati sarapan, kami pun hendak menyusul mereka yang muncak ke Kalimati, hendak menyambut mereka, atau mungkin sekedar berburu foto. Yang tak ikut naik dan tetap di Kumbolo yaitu : Rika, Ncus, Bella, Rani, mbak Endah dan Fie. 
Selepas menaiki Tanjakan Cinta, ternyata beban di perut saya sudah harus dikeluarkan, saya pun menyingkir dari rombongan, mencari ruang bebas, jauh, tersembunyi namun tetap indah, hayah. Selesai melaksanakan misi rahasia, ternyata rombongan sudah terlihat jauh, karena di Oro-oro Ombo meski jauh masih dapat terlihat olehku. Untungnya masih ada David yang menungguku, atau mungkin menunggu tissue basah yang ku bawa tepatnya :p, karena begitu kami akhirnya sampai di Cemoro Kandang, ia pun segera lenyap di rindang hutan dengan menenteng tissue basah.
Kami berdua lalu berjalan lagi dengan agak malas, membayangkan Kalimati di depan masih sekitar 4 jam perjalanan, sekali jalan, pasti tak akan terpenuhi janji kami pada mereka yang menunggu di Ranu Kumbolo, untuk sampai Ranu Pane sebelum malam. Setelah beberapa puluh menit berjalan, istirahat dan mengobrol dengan setiap orang yang kita temui, baik sudah turun atau pun hendak naik, kami pun memutuskan kembali saja.
Saat di Cemoro Kandang, ternyata mbak Endah dan Fie disana, sedang asyik dengan kamera masing-masing. Kami pun berhenti di tempat itu, menikmati angin sepoi sambil berbagi apel yang mereka bawa.


diam, aksi tanpa kata.
Di tempat itulah, akhirnya kami bertemu dengan sesosok orang, yang membuatku ingin menuliskan postingan ini. Bahkan, sosok sekelas Medina Kamil pun, yang sudah membubuhkan tanda-tangannya di kaos yang ku pakai waktu itu, tak sanggup menggerakkan hasratku untuk menulis tentangnya. (lebay dikit, padahal sebenarnya saya juga malah belum pernah menonton acaranya :p).

Sosok itu adalah, seorang lelaki paruh baya, 50 tahun ia bilang, namanya Pak Budi. 










Ketika itu, saat kami sedang mengobrol, dan juga Cemoro Kandang cukup ramai oleh rombongan pendaki lain, pria paruh baya itu sibuk memunguti sampah yang berceceran dengan membawa karung tempat sampah, ia tak bicara apapun, bahkan pada mereka yang jelas-jelas membuang sampah sembarangan di depan matanya. Sesaat kemudian, David mengikuti apa yang ia lakukan, memunguti sampah, sambil bertanya-tanya, aku pun masih diam memperhatikan. Hingga pada jarak yang cukup dekat, pria kurus berkaos hitam itu berkata singkat 
"Saya cuma penggemar (alam) saja mas, jadi pecinta itu berat"....


berbincang dg sang Penggemar Alam, foto oleh : Mbak Endah


bukan pencitraan, bukan pula iklan produk.
foto oleh : Fie (@bintangk03)

Seketika itu pula, remuk hatiku,... 
tanpa menunggu detik terlewat, saya pun lantas bergerak, ikut memunguti semua sampah yang ditinggalkan mereka, dan mungkin, saya sendiri, yang dengan bangga mengatakan dirinya, "pecinta alam".

Sambil masih terngiang di benakku, kata-kata singkatnya :
Saya cuma penggemar (alam) saja...
jadi pecinta itu berat
cuma penggemar...
jadi pecinta itu berat !!!








Jadi, masih pantaskah kita sebut diri kita Pecinta Alam?
Saat ia, yang begitu pedulinya saja, tak berani menyebut diri Pecinta, cukup Penggemar ia bilang.
Pantaskah kita, menyebut diri Pecinta Alam?
Saat melihat sampah yang tak di tempat yang seharusnya saja, hanya diam saja.
Saat yang kita lakukan baru sebatas membawa trash bag, dan membawa kembali sampah yang kita bawa, tanpa peduli sampah lain yang telah ada.
Saat kita, hanya gemar berfoto dengan latar alam yang indah, tanpa bertindak nyata, saat ada yang merusaknya.
Tanpa bertindak nyata, saat alam membutuhkan kepedulian.
Saat kita hanya bangga, dengan baju grup "mahasiswa Pecinta Alam", dengan emblem di lengan.
Saat dengan emblem kebesaran Pecinta Alam itu pun, masih saja membuang sampah sembarangan ketika di kantin, dan menganggap lantai di bawah meja makan adalah tempat sampah, God...
Saat merasa, "kan udah ada tukang sapu yang bakal ngebersihin".
Tahukah kamu?
Tukang sapu bukan Pecinta Alam loh, ia tak tahu mana sampah basah, mana sampah kering.
Tukang sapu tak pernah ikut DIKLATSAR atau apalah namanya, buat menyandang gelar Pecinta Alam.
Tukang sapu tak pernah diajari bagaimana perlakuan buat sampah, yang baik untuk alam.
.....

Bagiku,
Cukuplah ku sebut diri ini penggemar,
Iya, penyuka alam, masih jauh dari "pecinta".
Sekadar suka menikmati alam.
Setidaknya, jika belum mampu menjadi pecinta, peganglah 3 prinsip ini :

1. Take nothing but picture
jangan klepto, dan buat yang ga ikut mendaki, tolong jangan minta oleh-oleh edelweis lah, atau apalah..

2. Leave nothing but footprint,
hindari vandalisme, corat-coret ga penting, di batu, di pohon. 
(toleransi : meninggalkan tissue basah bekas, dan "you know what I mean". 
Tapi jika ada, air lebih direkomendasikan)

3. Kill noting but time,
hewan dan pepohonan janganlah diganggu, apalagi diburu.

Pesan ini, untuk saya, untuk Anda, dan kita semua.
Yang hidup berdampingan dengan alam, menyukai alam, dan masih punya nurani. 

_________________________________________________________________________________
Dan, hormat saya bagi mereka yang menjadi relawan #BersihSemeru, 
sosok-sosok Pak Budi muda, Pecinta Alam sejati.

Acara :  "Bersih Gunung Semeru"

Presented By : @InfoPendaki @InfoGunung @Ngalas_Malang.
Jadwal acara : 29 November - 4 Desember 2012 (masih berlangsung).
Daftar Peserta :
Julia | @julia_elaine
Randy | @MrRandy13
Yokha | @dreamyyo
Farida | @ridautari
Tides | @dztdz
Ikhwanus M Shafa | @IkhwanusMS | Bogor
Ilham nur gumilang | @ING_69_ | Cimahi
Singgih | Jakarta Timur
Ignatius Christian Wicaksono | @wicaksonownl | Unair
zyred | Bandung
Silvia | @SilviaCitrus | Jakarta Barat
Ferdinandus K. Leyn | @ferdyleyn | Bekasi Utara
joelian akbar | @reditesouls |Rawamangun
Fandi Achmad | @Pj_Sadja | Malang
Reyhan Andika |@reyhan_drembiz | Malang
Dovvy Prasetyo Oembaran | @dovvyOembaran
Bayu Ande Winata | Yogyakarta
Mardian Prasmiko | @prazmiko | Malang
Bowo | @bowskiee | Bandung
M. Ilham Firmansyah | @ilhamfirmansya3 | Malang
Achmad Syalabi (abby) | @a_syalabi | Bandung
Okky W. Sempada | @okkyWES | Malang
gulita p arumi | @litalilitata | Malang
M. Ilham Firmansyah | @ilhamfirmansya3 | Malang
Anissa Nur Azizah | @anisanuraz } Malang
Irwan Nopiyanto | @irwanNopiyanto | Sleman DIY
Aflah Navis Alfauqi | Malang

diambil dari : http://ngalasadventure.com

sekali lagi, Kalian luar biasa!!!
semoga dilancarkan dan diberi kemudahan.


Comments

  1. pecinta alam adalah sebuah komunitas penggiat alam yang berkumpul membentuk sebuah organisasi di bawah naungan nama mapala. Dan kalu soal ini itu nya kembali ke pribadi masing masing hehee

    ReplyDelete

Post a Comment