
Sepulang dr masjid utk shalat Subuh, bus belum datang juga. Saya jadi teringat sesuatu, bahwa hidup.itu bagai perjalanan. Perjalanan tak selamanya lancar, hidup pun demikian. Semua juga, ada awal, ada akhir.
Tapi, bukan disitu pula sebenarnya pikiran saya mengalir, tapi soal teman dalam perjalanan. Saya sudah terbiasa melakukan perjalanan sendirian, meski sepi, tapi dengan begini jauh lebih fleksible. Saya bisa ....
mengubah rencana seenaknya ketika tiba2 ada keadaan yang berubah, tujuan pun bisa saya pikir ulang, sendirian, tanpa ada yang protes. Semalam saja, dln waktu yg mepet, ketika hendak ke terminal dan tidak tau harus naik apa, saya lebih memilih masuk pasaraya, dan Maghrib dulu. Baru lanjut lagi setelahnya, dengan ojek. Masalah selesai, dan malah sempet mampir toko outdoor "Adventurer" buat nuker jaket yang beli Minggu kmrn, *ababil.
Dan soal ketidaknyamanan karena faktor luar, saya sendiri tipe orang penerima, hampir tak pernah mau capek-capek berdebat, selama saya masih bisa mencari jalan keluar. Dan pagi ini pun, saya bisa mengisi waktu dengan menulis via hp sejuta rupiah ini. Teman utk sekedar mengobrol lalu brpisah pun pasti banyak selama perjalanan.
Kemudian, saya berpikir lagi. Siapkah saya dengan kondisi perjalanan 2 orang? 3 sampai 5 orang? Ketika sudah ada makhluk yang cukup bawel, denga n cermin yg selalu siaga, untuk mengecek seberapa berminyak wajahnya. Yang juga punya rencana diotaknya. Bagaimana tentang mengambil keputusan bersama?...
Saat seperti inilah, saya berpikir, ketika hampir semua orang disekitar saya mengatakan, apa yang masih kurang, jangan menunda-nunda, dan sebagainya. Saya hanya terdiam, tersenyum, dan berkata dalam hati, saya tidak sedang menunda, tapi mempersiapkan diri untuk lebih bijak dan siap.
Pekalongan, di sebuah trotoar jalanan.
posted from Bloggeroid
Loh kok wis muleh?mpr pemalang wn
ReplyDeleteLoh kok wis muleh?mpr pemalang wn
ReplyDeletecuti akh,... hehe, telat mbaca komennya :D
ReplyDeletelagian kamu kan belum libur kalo mampir, hehe