Sekolah Berkualitas, Bukan Soal Fasilitas

2 pelajar tewas akibat tawuran antar siswa SMA dalam 2 hari, sungguh menggelikan malah buatku. Tentunya hal ini membuat kita semua miris, karena telah melukai institusi pendidikan.
Masihkah yang seperti itu masuk dalam kategori kenakalan remaja?

Kalo sudah seperti ini, tak perlu mencari kambing hitam, hukum saja siapa yang salah. Dan segera lakukan pembenahan, siapa yang berbenah? semuanya, orang tua, anak-anak, pemerintah, dan para pendidik.
Selama ini, saat bicara soal KUALITAS PENDIDIKAN, hampir semua pihak selalu saja menggembar-gemborkan soal kelengkapan fasilitas dan sarana. Dana buat pendidikan digelontorkan sampai sebesar 20% dari porsi APBN khusus buat pendidikan, buat apa?
Membangun gedung-gedung mewah, laboratorium canggih, buku-buku mahal (yang entah memang karena mutunya, atau karena ada *uhukk-nya), dan denger-denger juga malah dana BOS ada yang dipakai buat biaya piknik.
Yah bukannya saya menutup mata kalo banyak sekolah yang kekurangan fasilitas, gedung aja hampir ambruk, atap bocor, itu juga PR besar, bukan saja buat pemerintah, tapi harusnya juga semua warga negara. Tapi, setelah kebutuhan fasilitas yang mendasar, yaitu bangunan sekolah dan akses informasi (internet) terpenuhi, lalu apa?

Tingkatkan kualitas dengan fasilitas pendukung yang ada, dengan apa?

1. Kualitas Pengajar, bukan soal IQ saja, tapi passion dalam mengajar

Sebagai pelajar, saya tentu ingat bagaimana rasanya diajar oleh guru yang tak punya passion mengajar. Ujung-ujungnya siswa dikorbankan karena kemalasannya. Banyak diantara guru yang ada skrg, mengajar bukan karena dorongan hati, tapi lebih soal demi "penghasilan", lalu kemana sosok "Oemar Bakri?"


Saya ingat sosok pendidik yang patut dijadikan teladan, seperti Pak Romadhon, guru SD saya dulu, dengan motor yamaha tuanya, yang rela memberikan tambahan pelajaran "gratis" tiap menjelang ujian dan persiapan lomba. Bukan itu saja, bahkan selain tambahan jam pelajaran kami juga diajarkan untuk sholat malam, dengan meng-karantina anak kelas 6 jelang ujian di sekolah. Ajaran yang sesuai syariat Islam, berdoa di dini hari dalam hening malam, dengan suasana tenang, penuh pengharapan. Diiringi usaha nyata dengan belajar lebih giat, ada extra effort yang nyata. Bukannya dengan istighosah, berdoa secara berjamaah, yang sungguh membuat hati kecil saya merasa miris, saat orang-orang yang belum tau tentang Islam akhirnya memandang Agama Islam sbg Agama yang mungkin bisa dibilang "tidak logis", mau sukses cukup berkumpul banyak orang, berdoa dengan "kalimat-kalimat khusus", dan keajaiban akan datang. Bukan seperti itu ajaran Islam yang saya tau, mau sukses ya belajar, usaha sungguh-sungguh, 

"....Indeed, Allah will not change the condition of a people until they change what is in themselves...." (Ar-Ra’d/The Thunder  13:11)

Setelah itu berdoa juga dengan sungguh-sungguh, khusyu', dan tentunya karena berdoa itu "meminta", harusnya kita sendiri tau apa yang diminta, bukan sekedar kalimat hafalan yang tak dimengerti maksudnya :). Wallahu 'alam bisshowab.

Masih waktu SD, saat masih kelas 1, ada juga ibu Ummi Hanik, yang rela memandikan ...
dan menyikat gigi teman-teman yang belum pada mandi. Yah, kebetulan di desa saya, mandi masih merupakan barang asing bagi penduduk beberapa dusun, kala itu, entah sekarang. Bu Hastuti, Kepala Sekolah yang sampai mengirim anaknya yang jago karate untuk mengajariku kuda-kuda dan pukulan-pukulan dasar. Yah, sekedar bisa buat show-off dalam rangka lomba siswa teladan, hehe. Saya ingat juga waktu beliau mengobat bisul di dengkul saya dengan menyengatkan beberapa lebah madu disekitarnya, dan juga memberikan banyak perhatian saat adik saya rewel ketika kelas 1 SD, yang berakibat ibu saya harus selalu stand-by di depan kelas selama pelajaran,bahkan harus terlihat dari dalam kelas, karena jika tidak, adik saya akan langsung menangis, ambil tas, dan pulang, tak peduli gurunya sedang mengajar. Ada juga guru-guru lainnya yang tak bisa  saya sebutkan namanya satu per satu.

Ketika SMP ada sosok Pak Regu, guru sejarah yang kebetulan juga suami bu Hastuti, kepala SD saya, beliau adalah masternya lebah madu. Dan sbg guru sejarah, tak pernah ia menanyakan soal tanggal-tanggal kejadian, bukan disitu inti belajar sejarah. Karena kala itu adalah masa krisis, tugas yang selalu beliau berikan adalah keterkaitan sejarah dengan kejadian-kejadian yang terjadi pada masa orde baru dan reformasi. Sungguh bahasan yang menarik, sayang waktu itu saya masih anak ingusan. Harusnya beliau jadi dosen, atau minimal guru SMA.

Ketika SMA, semua alumni SMA 3 Salatiga pasti tau yang namanya Pak Untung Widodo. Saya bahkan sudah sering mendengar namanya jauh sebelum sekolah disana, karena hampir setiap hari selalu saja ada cerita membanggakan sosok itu dari kakak saya. Hanya saja, saya hanya beberapa bulan saja diajar oleh beliau, sekedar menggantikan sementara guru yang pindah. Dimana istimewanya? Bukan hanya jago matematika, beliau juga peduli pada aktivitas siswanya, soal kegiatan-kegiatan semacam pentas seni, Rohis dan pengembangan pribadi siswanya juga. Beliau sekarang sudah tidak lagi mengajar di SMA3, tapi menjadi penilik sekolah, tapi sepertinya masih tinggal di rumah dinas di dalam komplek SMA 3. Bagi temen-temen yang mau belajar dari beliau silakan langsung meluncur ke rumah tua yg dipojokan itu, masih sama :)

Ada juga Pak Saptono, guru kimia yang cerdas dan eksentrik. Seorang lulusan Jepang, yang cukup khas dengan mobil merah tuanya, kala itu. Yang paling saya ingat dari beliau adalah pidatonya pada suatu hari di upacara hari Senin, mungkin nanti saya akan menuliskannya dalam 1 posting sendiri, dalam pidato itu disebutkan kurang lebih begini : Sosok superhero, di Amerika yang terkenal diantaranya Batman, sedang di negara kita, Pandawa Lima. Hal ini lah yang membuat mental bangsa kita lemah, di sana superhero itu adalah manusia biasa, yang berusaha, berlatih, membuat peralatan canggih sebagai senjata. Kalo di negara kita, ya Superhero itu udah given, anak Dewa, orang biasa ya ngga bakal bisa mencapai level itu. Bahkan untuk sekedar bercita-cita saja haram hukumnya, pungguk merindukan bulan.  (Tentu saja disini faktor Thor, Superman dan superhero luar angkasa lain diabaikan, yah seperti faktor angin pada soal-soal fisika). Ini sejalan dengan pelajaran dari novel Negeri 5 Menara-nya A. Fuadi, golok yang tak tajam, jika dengan usaha keras akan bisa mematahkan kayu juga. Saat ini, beliaunya menjadi Kepala Sekolah di SMA 1 Salatiga, sekolah terfavorit di kota kecil yang dingin, sejuk dan nyaman itu.

Saat SMA itu hampir seperti saat saya SD, terlalu banyak guru-guru yang keren. Apalagi bicara soal Fisika, saya tidak bisa objektif buat pelajaran ini, hehe.. siapapun yang mengajar pasti dia itu di mata saya sangat ganteng terlihat jika laki-laki, dan cantik jika wanita. Guru-guru Fisika saya, dari Bu Inti, Pak Budi, Pak Pur (yang saat saya lulus uda jadi Kepala Sekolah di SMA 2 Salatiga), dan juga Pak Yahya, yang terkenal dengan nasehatnya "Jangan mentang-mentang Damatex masih buka saja, kalian sekolah seenaknya", yang maksudnya agar kita menggantungkan cita-cita setinggi mungkin, berusaha sebaik mungkin, tak sekedar mengandalkan ijazah SMA untuk melamar kerja menjadi buruh pabrik, nasehat yang tajam, tapi saya suka :).
dan banyak lagi guru-guru hebat lainnya... Bu Susi, Pak Hadi, Bu Kristin, Bu Dwi, Pak 'Alimun, dkk.

2. Peran Aktif Orang Tua
Sekolah adalah rumah kedua, iya, kedua, yang pertama tetap saja di rumah Anda, wahai para orang tua. Saya bersyukur punya orang tua yang keduanya sangat peduli pada pendidikan anak-anaknya.
Hendaknya, setiap orang tua muslim memahami apa yang Allah ajarkan dalam Quran surat Luqman, disana banyak mengajarkan mengenai pendidikan bagi anak, begitulah yang disampaikan Dr. Daud Rasyid saat khotbah Jumat di masjid Shalahuddin kemarin.
Setelah mencari-cari, iya saya sendiri juga belum tau :), memang dalam Surat Luqman banyak ayat yang mengajarkan pendidikan anak, lewat contoh yang diberikan oleh nasehat-nasehat Luqman pada anaknya. Siapakah sosok Luqman itu, hingga kisah keluarganya Allah catatkan di dalam Al Quran?
Kisah keluarga Luqman terpilih menjadi satu di antara 6 keluarga yang kisahnya diabadikan dalam Al Qur'an, bersama dengan orang-orang yang dimuliakan, yaitu :

1. Imran, ia adalah ayah Maryam, ibunda dari nabi Isa a.s.
2. Ibrahim a.s., siapa yang tak kenal sosok ini? Rasul yang menjadi cikal bakal Agama Tauhid, yang keturunannya begitu Allah muliakan.
"Sesungguhnya Allah telah memilih Adam dan Nuh dan keluarga Ibrahim dan keluarga Imran atas sekalian bangsa-bangsa." (Ali Imran 3: 33)
Dalam kepercayaan Islam, yang saya tahu, dari keturunan Ibrahim- lah pemimpin pemimpin umat Agama Tauhid di dunia ini.

Bahwa Ibrahim punya 3 anak, Ishaq, Ismail, dan Madyan.
Ishaq a.s., yang akhirnya menurunkan banyak nabi seperti : Musa a.s., Harun a.s., Daud a.s., hingga Isa a.s.
Ismail a.s., yang menurunkan Rasul terakhir, Muhammad s.a.w.
3. Ya'kub a.s., ia adalah cucu Ibrahim a.s., ayah Yusuf a.s., manusia ter-ganteng di jagat raya.
4. Daud a.s., ia adalah raja bani Israil. Ia juga ayah Sulaiman, yang terkenal sebagai manusia terkaya sepanjang masa.Kisah keluarga ini memberikan potret keluarga elit penguasa yang taat pada Allah.
5. Syu'aib dan 2 putrinya, yang dikisahkan bertemu Musa as. dalam surat Al Qashash :  25
Lalu, ada Luqman. Yang menurut sumber yang saya baca, beliau bukanlah nabi, tapi seorang yang mendapat karunia luar biasa untuk dijadikan contoh oleh Allah swt.


Ajaran dalam Q.S. Luqman diantaranya :
[31:13] Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
[31:14] Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun1181. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
[31:15] Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
[31:16] (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus1182 lagi Maha Mengetahui.
[31:17] Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
[31:18] Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
[31:19] Dan sederhanalah kamu dalam berjalan1183 dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
[31:20] Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni'mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.


3. Kurikulum dan Bahan Ajar
Kurikulum harus berimbang antara keahlian teknis dan kemuliaan akhlak. Dan soal keahlian teknis, hendaknya anak diberi beban pelajaran yang sesuai dengan tingkat umurnya, jangan dipaksakan. Heran juga waktu denger temen yang anaknya ikut pra-sekolah sudah dipaksakan harus bisa berhitung dan menulis. Ya kemampuan tiap anak kan beda, dan kalo memang belum waktunya ya jangan dipaksakan.
Berikutnya, sebaiknya anak sekolah tidak terlalu banyak dicekoki dengan hafalan, tapi perbanyak hikmah. Belajar dari kisah masa lalu, bukan menghafalkan kejadian. Pemaksaan terhadap hafalan yang terlalu banyak bisa berakibat fatal, yaitu kebiasaan menyontek, mulai dari yang terpaksa karena takut tidak lulus hingga ketagihan dengan angka yang besar di rapor. Persoalan menyontek tentunya tak sesederhana itu, tapi setidaknya itulah yang menjadi salah satu pendorongnya.

Masalah moral, masalah akhlak, itu tidak bisa urusan masing-masing, kalo Iwan Fals bilang. Kalo saya bukan begitu, masalah moral dan akhlak adalah urusan bersama, karena lingkungan sangat berpengaruh, apalagi bagi anak-anak usia remaja. Pemerintah juga harus memikirkannya dengan seksama, yang pertama dan utama ya mereka sendiri harus memperbaiki moralnya, atau citra setidaknya, jika berat adanya.

4.Kemauan dari si Anak
biarlah jadi cerita tersendiri...



Soal fasilitas, sekali lagi menurut saya pribadi, fasilitas adalah sarana pendukung kualitas, bukan disitu intinya. Yang terpenting dari fasilitas adalah terpenuhinya kebutuhan pokok untuk belajar, bukan untuk bermewah-mewah atau bersaing bagusnya bangunan. Mari kita lebih bijak dalam menggunakan uang Negara ini, Negara kita bukan Negara kaya, tak pantaslah kita bermewah-mewah apalagi menghambur-hamburkan sesuatu yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih bernilai.

Dalam bayangan saya, sarana pendidikan yang canggih dan modern itu harus dimiliki juga, tapi bukan oleh semua sekolah, tapi pada setiap daerah mungkin. Yang fasilitas itu bisa digunakan oleh setiap siswa-siswa yang berminat terhadap suatu bidang tertentu. Mungkin bisa juga bekerja sama dengan kampus-kampus yang memang lebih kaya. Kalo yang minatnya memang tawuran dan berantem, ya sudah biar mereka memakai fasilitas gedung beratap hijau di Senayan saja :p. (just kidding)

Comments