Berlari ke kaki Rengganis

Ngos-ngosan ke Bandara
11 Mei 2012, di Jumat sore itu, sebelum jam menunjukkan pukul 17.00 tepat aku sudah bergegas menyambar ransel besar yang sudah dari pagi ku simpan di gudang arsip setelah packing semalaman sepulang dari kampus. Dari lantai 18 gedung yang telah 2 tahun lebih ku tempati itu, aku segera berpamitan pada 3 rekan yang pastinya harus bekerja sampai malam, melihat masih banyaknya surat yang menumpuk,... 
Berlarian menuju lift sebelum harus antri, akhirnya aku malah menjadi yang terdepan di mesin fingerprint lantai .
17.01 langsung saja ku belai mesin pencetak uang itu dengan telunjuk kananku, 
dan ku lanjutkan pelarian menuju jalanan Gatot Subroto, dengan ransel besar di punggung dan tas pinggang yang tak bisa berhenti berbunyi lantaran banyaknya gantungan gunci yang bergelantungan, berlari menaiki jembatan penyeberangan, masuk gedung Kartika Chandra (maksudnya) ternyata salah masuk ke gedung di sebelahnya, lanjut terus berlarian sambil bercanda serampangan pada Satpam yang menyapa ramah,..langsung melangkah cepat menuju agen Xtrans begitu sampai di KC, menanyakan reservasi travel ke Bandara jam 5 sore atas namaku,... ternyata, travel sudah berangkat pukul 17 tepat, saat itu sudah 7 menit lewat , telat, kalah cepat, akankah kata ini akan senantiasa melekat?
Dengan peluh yang mulai bercucuran, ku lanjutkan pelarian lagi, menuju jembatan penyeberangan (lagi). konyol mengharap bisa dapat taxi dengan cepat di Jalan Gatsu di hari Jumat sore. Tanpa pikir panjang, Kopaja 66 pun jadi pilihanku, Blok M, the next destination.
17.32 Kopaja pun ternyata tak masuk terminal, diturunkan di depan terminal, super sekali, harus berjalan sekian jauh lagi menuju pangkalan bus Damri
17.45 Bus Damri pun berangkat, syukur, disampingku Bapak-bapak pegawai Trackindo yang supel, perjalanan melalui jalanan yang macet pun tak begitu terasa. Mengobrol dengan orang diatas 40 tahun entah mengapa terasa lebih enak bagiku, bahkan sejak masih sekolah dulu.
19.15 sampai juga di Terminal 1C Bandara Soetta, disana sudah menunggu 2 orang temanku, adik kelas di kampus ST*N tepatnya, Adhi dan Bambang, keduanya angkatan 2010 (lulusnya).
Segera kami bertiga check in, Citilink menuju Surabaya, penerbangan pukul 20.20. Berat total ketiga ransel kami hampir 45 kilo, padahal belum ada logistik yang kami bawa.
Ternyata pesawat terlambat, ah, sudah biasalah,.. tapi alhamdulillah ya, dapet makan malam gratis untuk keterlambatan setengah jam :)

Surabaya, pedes cuk !!!
seporsi sego sambel
Sekitar satu jam perjalanan, sampailah kita di Juanda, Surabaya, eh, Sidoarjo tepatnya. Syukur, ada temennya ....
Adhi, angkatan 2010 jg, Bara namanya,  yang telah siap sedia menjemput kami bertiga dengan viosnya. Dari bandara, kami sempet dijamu oleh penjemput kami dengan menikmati salah satu wisata kuliner di Surabaya, "Sego Sambel Mak Yeye", (sego = nasi), lokasinya di Jalan Pulo Wonokromo Wetan No. 12. Wujudnya hanya warung dadakan di emperan toko, dengan menu yang amat sangat terbatas pilihannya, herannya,.. antriannya ruaarrr biasa. Bahkan, yang antri kebanyakan bermobil "bagus pula". Eits, tapi ga usah khawatir soal harga, seporsi komplit nasi, cuman 11k doang, minumnya? disediain warung2 disekitarnya sekalian ngasih tempat buat lesehan sambil makan sego sambelnya. Yang perlu dikhawatirin justru perutnya, soalnya sambelnya super banyak dan meski aq udah mesen yang "manis" pun, ternyata masih PEDES BANGHET CUK!!!!
Kenyang makan, lanjut ketemu anggota lain yang udah pada nunggu di KFC apa McD ya, aku lupa :p. Meski tengah malem tempatnya masi ramai oleh anak-anak motor yang pd nongkrong, bukan geng motor tapinya, soalnya motor2 yang nongkrong didominasi merk pabrikan Italia yang dipakai ama Rossi musim ini.
Udah, ngga usah mbahas motor,... di situ udah nunggu 3 orang, 2-nya dateng dari Bali, Yanis n Rifky, sebenernya mereka berdua aseli Salatiga, dan lagi-lagi lebih mudaan dari aq. Satunya lagi Clara, manusia yang paling cantik malam itu :p, yang udah banyak membantu menyediakan persiapan buat kami semua, cuman dia ga jadi ikut naik karena harus nyiapin skripsinya. Semoga sukses Clar,.. apa jangan-jangan pas akhirnya tulisan ini aq postingin dia malah udah wisuda ya :D.
Setelah ngobrol2 sambil menikmati sensasi panas di perut yang membuat kami bolak balik ke toilet, kami melanjutkan perjalan ke terminal Bungur, tapi suwer tulisan di gerbangnya "Terminal Purbaya" loh!!!!
Surabaya-Besuki, ga ada cerita, cuman sebagai info kami naik bu AKAS jurusan Madura-Banyuwangi, 22k.
Besuki, Jawa yang ternyata bukan Jawa
hiruk pikuk di pasar

Jam 5-an kami berlima sampai Besuki, langsung bertepar-tepar di masjid setelah Subuh. Sambil menunggu 2 orang yang belum dateng, kami berbelanja logistik dahulu. Belanja logistik "plastikan" di minimarket, dan belanja sayur-mayur di pasar tradisional. Saat belanja ke pasar, sbg orang Jawa, aku berniat menjaga adab dengan berbahasa Jawa halus yg sebenernya jg sulit kulakukan saat melakukan aksi tawar menawar sayur-sayuran di pasar itu,..
tapi eh, ternyata pedagang2nya pada ngga ngerti aq ngomong apaan (-__-"),

ternyata, bahasa Jawa kasar lebih bisa di mengerti disana, tapi lebih baik lagi bahasa Indonesia, karena meski di pulau Jawa, di daerah ini bahasanya pake bahasa Madura kayaknya.

Menatap 5 hari ke depan
Sambil menikmati jajan pasar, kami memandang ke arah gunung Argopuro, yang merupakan bagian dari cluster pegunungan Yang Timur, betapa panjang jalur yang kami harus lalui 5 hari ke depan, 5 hari berdasar pengalaman teman yang sebelumnya pernah ke sana, itu waktu ia muda. Di lihat, tak terlalu tinggi memang, yah, tapi pendakian tak selamanya soal ketinggian, tapi berpetualang, dari timur menuju barat, dari kaki sampai kembali ke kaki lagi.

dan, dari sini semua di mulai
Segera setelah kami berlima tiba, satu lagi anggota datang, mas Dodhy, seorang mahasisa D IV ST*N dari Nganjuk, yang kebetulan sedang libur pasca UAS.
Dan, selang waktu yang cukup lama, manusia terakhir akhirnya datang,... sosok manusia yang sama sekali belum pernah ku bayangkan sebelumnya. Dari teras masjid ku lihat pria kurus, hitam, dengan celana jeans kumal, dan jaket hitam yang tentunya tidak kalah kumal, nampaknya sudah sejak ospek masuk kuliah di sebuah kampus ternama di Jogja belum pernah ia cuci. Berjalan santai sambil menghisap sebatang rokok, 
dan,... astaga, apa-apaan orang itu, dia membawa tas backpack yang palingan cuman berkapasitas 30L, padahal kita semua yang lain membawa carrier di atas 50L 
Siapa orang itu, hingga harus berlama-lama kita tunggu?,.. nanti saja kita bicarakan baik-baik.

Tim lengkap, siap berangkat!!!
Setelah manusia terakhir datang, langsunglah kita meluncur dengan angkudes sewaan ke pos Baderan, tunggu sebentar,... kenapa di dalam angkot penuh dengan remah-remahan tanah, meski di atas tempat duduk penumpangnya? ah, tak perlulah ku hiraukan, karena di sepanjang perjalanan, sosok manusia yang telat datang tadi banyak bercerita.
Dan dari ceritanya yang membuatku begitu bersemangat adalah rating bintang 4,5 yang ia berikan buat Argopuro, sedang hanya 4 buat Rinjani, bahkan kurang dari itu buat Tambora dan Semeru. Owh, astaga.... *berapi-api*
Siang hari, sebelum dzuhur kami telah tiba di Baderan, urus perijinan di Pos dan makan siang.
Menurut pengalaman si orang terakhir yang pernah ke Argopuro, perijinan bakal lama, bukan lantaran birokrasi yang berbelit, tapi simpel saja, karena di Pos Baderan Pak Susiono, petugas Perhutani yang ditugaskan membuat surat ijin dengan mesin ketik manual, dan mengetiknya pun cukup dengan 2 jari, dan itu pun masih disambi menghisap rokoknya dan tentunya nasehat-nasehat dan cerita masa lalu yang meluncur deras ,.. ah atau beliau merokok sambil mengetik.
Ternyata saat kami tiba, tak ada lagi mesin ketik, dari kamar, pak Susiono mengeluarkan sebuah laptop, yang menurutnya ia beli dengan uang sendiri, yah untuk memudahkan para pendaki seperti kami-kami ini.
Di luar perbedaan antara mesin ketik manual dan laptop semuanya masih sama dengan pengalaman, yaitu, rokok, cerita dan nasehat.
Begini petikan petuah beliau yang terekam di hp saya, 
"kalian pulang ndak mungkin ngga terseok-seok kakinya, hayo,..iya kan?, nah gitu, resiko!! Gunung dimana di seluruh dunia banyak yang mati ....
kalian siap ngga? kalo ngga siap kembali saja"

full team, plus pak Susiono dan staf
Dan inilah anggota tim satu persatu :
1. Adhi Kurniawan (Adhi), berdiri, berkaos hitam, ketua tim, seorang pemuda dengan segudang prestasi, denger-denger dia mantan pimpinan redaksi Warta Kampus, terbukti telah meraih sukses di perbagai bidang, sukses melakukan berbagai petualangan dan pendakian sejak dini, hanya saja belum sukses dalam perjalanan cintanya.

2. Bambang Setyoko (baMBang), berdiri dengan kamera, iya kamera, ah ngga lihat? kalo bingung, itu tuh yang disamping Adhi, dengan kaos hijau.. fotografer sejati yang penuh dedikasi, bawa tripod sampai puncak gunung, bawa 3 lensa, dan maen makro-makroan pula di tengah pendakian. Orang yg pertama kali ku kenal diantara yang lain, karena ia jg adik kelasku waktu SMA, seorang kandidat jawara Olimpiade Fisika Indonesia. Kalo soal cintanya? ah, aku tidak mau berkomentar,...

3. Dwi Yanis Wijanarko (Yanis), jongkok, tanpa topi, setahun lebih muda dariku, alumni ST*N jg, penempatan di Bali, yang kata orang mengasyikkan, tapi kataku meski semprawut luar biasa, Jakarta lebih nyaman :). Kebalikan bambang, menyia-nyiakan kamera, membawa kamera nyaris hanya sebagai pemberat tas, untung saja masih ada foto-fotoku yang berharga di dalamnya :p

4. Dodhy Rhitonga (mas Dodhik), jongkok, berjaket, penyelamatku, karena akhirnya ada yang umurnya lebih tua dariku, hehe,... mahasisa D IV ST*N, seniorku setahun waktu DIII, tapi belum kenal sebelumnya. Namanya mirip-mirip orang dari pulau seberang, tapi aselinya Jawa aseli.

5. M. Rifky Saiful Huda (Rifky), berdiri di pinggir kiri, kaos biru, teman SMA Yanis, dan juga kerja di Bali. Seorang ahli IT. Sudah segitu saja, sesuai dengan karakternya yang pendiem :)

6. M. Husni Santriaji, sebut saja Menceng, nama sebagus itu, dipanggil menceng? sudahlah ngga usah ditanyakan, itu juga pertanyaanku saat pertama bertemu. Lihat saja langsung ke fotonya, tau sendiri kan yang mana orangnya? 
Seorang mahasiswa UGM yang cukup lama hidup di kampus, hingga begitu terkenal di kalangan satpam penjaga parkiran, yah gimana lagi, karena masih saja setia ngampus meski teman-temannya telah lulus. Sayangnya ketenarannya tidak berlaku di kalangan mahasiswa... sekian.
Segimanapun, dia lah yang menjadi guide kami pada trip ini, thanks alot Jik.

7. Penguin Tropis, yang putih, kaosnya!! , dan bertopi. Sebagai pengganjil tim, sekian lagi. 



Comments