April 2012, Mengenang Cinta Pak'e dan Bu'e

Di Bulan ini, April 2012, sepasang kekasih yang kisah cintanya luar biasa, sama-sama berulang tahun. Mereka adalah Ayah dan Ibuku, Ayah yang sehari-hari ku panggil "Pak'e" genap berusia 55 tahun di tahun ini, dan Ibu yang ku panggil "Bu'e" telah berusia 50 tahun. Yah, meski ulang tahun itu sekedar yang tertera di KTP dan KK, hingga aku sendiri sebenernya ngga hapal juga. Karena secara fakta, terutama buat Ibu, kami sekeluarga sepakat, ulang tahun beliau yang ke 50 adalah di bulan September tanggal 16, tahun lalu. Yah, 16 September 1961, sebuah tulisan yang ditemukan seorang gadis kecil di atas pintu rumahnya, saat Ibunya telah meninggal sebelum ia genap 2 tahun, dan sang Ayah menyusul di saat ia kelas 1 SD, dan tak ada kakak yang bisa ia tanya, tak juga saudara dan kakek nenek, karena mereka semua orang desa, dimana kelahiran diingat dengan musim, bukannya tanggal. Lupakan sejenak masa itu, biarkan ia menjadi cerita sendiri... mari kita bicara saja soal cinta mereka berdua :)

Kini, sepasang kekasih itu telah memiliki 3 buah hati, 2 pria tampan *muntah dan seorang gadis yang telah beranjak dewasa, serta seorang cucu yang begitu lucu. Tak terasa, rambut mereka berdua telah dipenuhi uban. Ayah, tak pernah lagi memakai semir rambut seperti di iklan-iklan yang biasa ia pakai saat mengambil ...
raporku dulu, sejak ia tau soal Syariat Islam. Tiba-tiba seorang Laki-laki gagah berambut hitam kelimis itu telah menjadi kakek-kakek berambut putih yang hobi memakai kopyah putih, bukan biar dipanggil pak Haji karena memang juga belum Haji, semoga beliau dilimpahi rejeki untuk berhaji, amiin. Mungkin hanya tinggal kumisnya saja yang tak berubah, masih menyisakan kesan galak yang terbawa sejak ia muda, hingga membuat teman-teman SDku dulu tak ada yang berani ke rumah, hehehe. Ibu, tak kalah berubannya, lengkap pula dengan kewajiban memakai kacamata saat akan membaca. Rambut lurus yang kini selalu tertutup kerudung saat keluar rumah ternyata dimasa mudanya pernah dikeriting juga, mungkin saat itu emg tren-nya begitu (tau dari kumpulan KTP KTP lama beliau :p), kini telah didominasi warna putih.

Usia pernikahan mereka telah 29 tahun, semoga bertahan hingga akhir hayat, hingga terkumpul bersama di surga-Nya. Usia yang tak lagi muda untuk sebuah cinta, sebuah kata yang terlalu pelik buat ku mengerti.

Di masa kecilku, cerita cinta mereka berdua saat muda sering mengisi keramaian ruang keluarga kami, di sebuah ruang sederhana dalam rumah bata tak bercat. Kisah cinta seorang gadis cerdas yang (katanya) dibilang mirip Lydia Kandau kala di sekolah, ceileee :o. Ia sesosok wanita yang mandiri, harus berjuang keras demi melanjutkan pendidikannya hingga SMA, meski tanpa orangtua yang mendampingi. Wanita yang terkenal cerdas, pemberani dan pintar di tiap jenjang sekolahnya, yang entah bagaimana kok tidak terlalu tercermin dari rapor-rapornya yang tak pernah menjadi juara. Sementara di lain pihak, ada seorang pemuda kurus, berambut gondrong, jauh dari kata "ganteng". Lulusan SMA 1 Salatiga jurusan IPS yang hanya sempat bbrp saat mengenyam bangku kuliah di Jogja (dan tentunya bukan di UGM :p ), karena saking hobinya membolos, meski dengan orang tua lengkap, punya 2 ibu malah, karena bapaknya poligami, hehe...

Namun, begitulah cinta, Tuhan telah menjanjikan, laki-laki baik untuk wanita yang baik, pun sebaliknya. Karena, kebaikan bukanlah di mata manusia? Ia yang menjodohkan, Ia pula yang tau. Kebaikan adalah soal niat dan kebiasaan, karena seumur hidupku, tak lagi ku temui Ayah berperan sebagai pemuda berandalan lagi. Berandalan itu hanya ada di foto ijazah SMA-nya yang berambut gondrong, hanya tinggal cerita tawa masa lalu keluarga kami. Tak ada kisah perselingkuhan sepanjang perjalanan pernikahan orang tua kami, sungguh perjalanan cinta yang indah. Pemuda yang hobi membolos sekolah itu tak pernah membolos dari kewajiban kepada istrinya. Dan wanita yang cerdas itu tak pernah pula membodohi suaminya untuk mencari kesenangannya sendiri. Sungguh, yang baik untuk yang baik, meski awalnya tampak berbeda. 

Bukan karena banyak persamaan pula sepertinya cinta mereka tumbuh, karena persamaan mereka yang paling menonjol adalah ke-fals-an suara saat bernyanyi, perpaduan yang pas untuk membuat nilai pelajaran seni suara anak-anak mereka buruk semua :p. Bukan dari cinta pertama masa kecil pula pasangan ini bermula. Karena dari penggalan penggalan cerita yang ku ingat, baik keduanya telah pernah punya kisah-kisah lain. Walau sebenarnya bukan kisah asmara, melainkan kisah-kisah penjodohan yang tidak mereka terima atau kedekatan dengan teman, yang tak pernah berlanjut asmara. Yang seringkali menjadi bahan gelak tawa kami adalah saat diantara mereka bercerita soal, misal ibu, saat akan dipasangkan dengan pemuda mapan keturunan orang yang cukup terkenal di kampungnya, dan kami anak-anaknya akan berseloroh,.. "wah, kalo Ibu dulu mau sama dia, udah jadi anak-anak orang kaya dong kita",.. si Ibu dengan santai paling cmn menjawab, "ya malah pada ngga lahir kalian-kalian ini", bener juga sih :D.

Soal kenangan pertemuan pertama mereka atau benih-benih cinta yang tertanam diantara mereka, jujur saja aku udah lupa. Sudah lama aku tak pernah mendengar kisah-kisah itu lagi, terutama sejak aku cukup dewasa. Mungkin agak sungkan, atau mungkin malu untuk bertanya, karena seharusnya sudah ku miliki kisahku sendiri, tapi ternyata masih belum juga. Yang ku ingat adalah sebuah foto polaroid mereka berdua saat di Monas, atau malah Ragunan ya, lupa... Seorang pemuda kurus berambut gondrong, dengan kemeja kotak-kotak lengan panjang dan celana cutbray. Dengan gadis muda disebelahnya, mengenakan blouse garis-garis dengan mode rambut macam artis tahun 70 atau 80-an. Sebuah kisah "pelarian" gadis perantauan dari rumah saudaranya di Jakarta dengan pemuda yang perantauan yang belum punya pekerjaan tetap juga. Yang hanya dengan sekali kencan saja sudah berhasil menguras seluruh tabungannya :p. 

Cinta dan kasih sayang mereka dalam berkeluarga pun tak memerlukan contoh untuk bertumbuh menjadi luar biasa. Ibu, sejak kecil sudah hidup sebatang kara. Tak ada kasih sayang dan tuntunan kisah cinta dari orang tuanya. Sementara Ayah, meski kedua orang tuanya masih lengkap, bahkan sampai aku SMA, tapi kakekku berpoligami, contoh yang kurang baik menurutku, meski dalam Agama diperbolehkan. Bahkan bagiku yang hanya seorang cucu saja, rasanya kurang nyaman menjadi cucu dari istri tua, apalagi bagi seorang anak yang merindukan perhatian Ayahnya.

Meski berbalut kesederhanaan, cinta yang mereka tanamkan begitu menyejukkan kami sebagai anak-anaknya. Bukan tanpa percecokan, tapi kesaling pengertianlah yang bisa ku pahami sejauh ini. Selamat ulang tahun, Ayah, Ibu. Semoga Alloh senantiasa menjaga cinta kalian berdua, melimpahkan barokah atas keluarga kalian, mencukupkan rejeki dan ilmu bagi bekal kelak di akhirat, dan tentunya senantiasa menguatkan Iman di hati kita semua, amiin.

Comments

  1. ceritanya mengalir...cara menulis yang enak dibaca. Salam kenal!

    ReplyDelete
  2. terimakasih sudah berkenan membaca tulisan saya kakak dan terimakasih juga atas masukannya :),
    salam kenal juga

    ReplyDelete

Post a Comment